Status dan Kedudukan Bank Indonesia
Sebagai Lembaga
Negara yang Independen
Babak baru
dalam sejarah Bank Indonesia sebagai Bank
Sentral yang
independen dimulai ketika sebuah undang-undang baru, yaitu UU No. 23/1999
tentang Bank Indonesia, dinyatakan berlaku pada tanggal 17 Mei 1999. Undang-undang ini memberikan status dan kedudukan
sebagai suatu lembaga negara independen dan bebas dari campur tangan pemerintah ataupun pihak
lainnya. Sebagai suatu lembaga negara yang independen, Bank Indonesia mempunyai
otonomi penuh dalam merumuskan dan melaksanakan setiap tugas dan wewenangnya
sebagaimana ditentukan dalam undang-undang tersebut. Pihak luar tidak
dibenarkan mencampuri pelaksanaan tugas Bank Indonesia, dan Bank Indonesia juga
berkewajiban untuk menolak atau mengabaikan intervensi dalam bentuk apapun dari
pihak manapun juga. Untuk lebih menjamin independensi tersebut, undang-undang ini telah
memberikan kedudukan khusus kepada Bank Indonesia dalam struktur ketatanegaraan Republik Indonesia. Sebagai Lembaga
negara yang independen kedudukan Bank Indonesia tidak sejajar dengan Lembaga
Tinggi Negara. Disamping itu, kedudukan Bank Indonesia juga tidak sama dengan Departemen, karena
kedudukan Bank Indonesia berada diluar Pemerintah. Status dan kedudukan yang
khusus tersebut diperlukan agar Bank Indonesia dapat melaksanakan peran dan
fungsinya sebagai otoritas moneter secara lebih efektif dan efisien.
Sebagai Badan
Hukum
Status Bank
Indonesia baik sebagai badan hukum publik maupun badan
hukum perdata ditetapkan dengan undang-undang. Sebagai
badan hukum publik Bank Indonesia berwenang menetapkan peraturan-peraturan
hukum yang merupakan pelaksanaan dari undang-undang yang mengikat seluruh
masyarakat luas sesuai dengan tugas dan wewenangnya. Sebagai badan hukum
perdata, Bank Indonesia dapat bertindak untuk dan atas nama sendiri di dalam
maupun di luar pengadilan.
Dalam
kapasitasnya sebagai bank
sentral, Bank
Indonesia mempunyai satu tujuan tunggal, yaitu mencapai dan memelihara
kestabilan nilai rupiah. Kestabilan
nilai rupiah ini mengandung dua aspek, yaitu kestabilan nilai mata uang terhadap
barang dan jasa, serta kestabilan terhadap mata uang negara lain. Aspek pertama
tercermin pada perkembangan laju inflasi, sementara
aspek kedua tercermin pada perkembangan nilai tukar rupiah terhadap mata uang
negara lain. Perumusan tujuan tunggal ini dimaksudkan untuk memperjelas sasaran
yang harus dicapai Bank Indonesia serta batas-batas tanggung jawabnya. Dengan
demikian, tercapai atau tidaknya tujuan Bank Indonesia ini kelak akan dapat
diukur dengan mudah.
Tiga Pilar
Utama
Untuk mencapai
tujuan tersebut Bank Indonesia didukung oleh tiga pilar yang merupakan
tiga bidang tugasnya. Ketiga bidang tugas ini adalah:
- Menetapkan
dan melaksanakan kebijakan moneter.
- Mengatur
dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta
- Mengatur
dan mengawasi perbankan di Indonesia.
Ketiganya perlu
diintegrasi agar tujuan mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah dapat
dicapai secara efektif dan efisien.
Dalam rangka
tugas mengatur dan mengawasi perbankan, Bank Indonesia menetapkan peraturan,
memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan atau kegiatan
usaha tertentu dari bank, melaksanakan pengawasan atas bank, dan mengenakan
sanksi terhadap bank sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam
pelaksanaan tugas ini, Bank Indonesia berwenang menetapkan ketentuan-ketentuan
perbankan dengan menjunjung tinggi prinsip kehati-hatian.
Berkaitan
dengan kewenangan di bidang perizinan, selain memberikan dan mencabut izin
usaha bank, Bank Indonesia juga dapat memberikan izin pembukaan, penutupan dan
pemindahan kantor bank, memberikan persetujuan atas kepemilikan dan
kepengurusan bank, serta memberikan izin kepada bank untuk menjalankan
kegiatan-kegiatan usaha tertentu.
Di bidang pengawasan, Bank Indonesia melakukan pengawasan
langsung maupun tidak langsung. Pengawasan langsung dilakukan baik dalam bentuk
pemeriksaan secara berkala maupun sewaktu-waktu bila diperlukan. Pengawasan
tidak langsung dilakukan melalui penelitian, analisis dan evaluasi
terhadap laporan yang disampaikan oleh bank.
Upaya
Restrukturisasi Perbankan
Sebagai upaya
membangun kembali kepercayaan masyarakat terhadap
sistem keuangan dan perekonomian Indonesia,
Bank Indonesia telah menempuh langkah restrukturisasi perbankan yang
komprehensif. Langkah ini mutlak diperlukan guna memfungsikan kembali perbankan
sebagai lembaga perantara yang akan mendorong pertumbuhan ekonomi, disamping
sekaligus meningkatkan efektivitas pelaksanaan kebijakan moneter.
Restrukturisasi
perbankan tersebut dilakukan melalui upaya memulihkan kepercayaan masyarakat,
program rekapitalisasi, program restrukturisasi kredit, penyempurnaan
ketentuan perbankan, dan peningkatan fungsi pengawasan bank.
Otoritas Moneter
Sebagai bank
sentral, Bank Indonesia mempunyai wewenang untuk memutuskan dan melaksanakan kebijakan moneter yang tepat.
Kebijakan itu bisa berupa Open Market Operation, Discount Policy, Sanering, dan Selective Credit.
Sistem Pembayaran
Menjaga
stabilitas nilai
tukar rupiah adalah
tujuan Bank Indonesia sebagaimana diamanatkan Undang-Undang No. 23 tahun 1999
tentang Bank Indonesia. Untuk menjaga stabilitas rupiah itu perlu disokong
pengaturan dan pengelolaan akan kelancaran Sistem Pembayaran Nasional (SPN).
Kelancaran SPN ini juga perlu didukung oleh infrastruktur yang handal
(robust). Jadi, semakin lancar dan hadal SPN, maka akan semakin lancar pula transmisi kebijakan
moneter yang bersifat time critical. Bila kebijakan moneter berjalan
lancar maka muaranya adalah stabilitas nilai tukar.
BI adalah lembaga
yang mengatur dan menjaga kelancaran SPN. Sebagai otoritas moneter, bank
sentral berhak menetapkan dan memberlakukan kebijakan SPN. Selain itu, BI juga
memiliki kewenangan memeberikan persetujuan dan perizinan serta melakukan
pengawasan (oversight) atas SPN. Menyadari kelancaran SPN yang bersifat
penting secara sistem (systemically important), bank
sentral memandang
perlu menyelenggarakan sistem settlement antar bank melalui infrastruktur
BI-Real Time Gross Settlement (BI-RTGS).
Selain itu
masih ada tugas BI dalam SPN, misalnya, peran sebagai penyelenggara sistem kliring antarbank
untuk jenis alat-alat pembayaran tertentu. Bank sentral juga adalah
satu-satunya lembaga yang berhak mengeluarkan dan mengedarkan alat pembayaran tunai seperti uang rupiah. BI juga berhak
mencabut, menarik hingga memusnahkan uang rupiah yang sudah tak berlaku dari
peredaran.
Berbekal
kewenangan itu, BI pun menetapkan sejumlah kebijakan dari komponen SPN ini.
Misalnya, alat pembayaran apa yang boleh dipergunakan di Indonesia. BI juga
menentukan standar alat-alat pembayaran tadi serta pihak-pihak yang dapat
menerbitkan dan/atau memproses alat-alat pembayaran tersebut. BI juga berhak
menetapkan lembaga-lembaga yang dapat menyelenggarakan sistem pembayaran. Ambil
contoh, sistem kliring atau transfer dana, baik suatu sistem utuh atau hanya
bagian dari sistem saja. Bank sentral juga memiliki kewenangan menunjuk lembaga
yang bisa menyelenggarakan sistem settlement. Pada akhirnya BI juga
mesti menetapkan kebijakan terkait pengendalian risiko, efisiensi serta tata
kelola (governance) SPN.
Di sisi alat
pembayaran tunai, Bank Indonesia merupakan satu-satunya
lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan dan mengedarkan uang Rupiah serta
mencabut, menarik dan memusnahkan uang dari peredaran. Terkait dengan peran BI
dalam mengeluarkan dan mengedarkan uang, Bank Indonesia senantiasa berupaya
untuk dapat memenuhi kebutuhan uang kartal di masyarakat baik dalam nominal yang cukup,
jenis pecahan yang sesuai, tepat waktu, dan dalam kondisi yang layak edar (clean
money policy). Untuk mewujudkan clean money policy tersebut, pengelolaan
pengedaran uang yang dilakukan oleh Bank Indonesia dilakukan mulai dari
pengeluaran uang, pengedaran uang, pencabutan dan penarikan uang sampai dengan
pemusnahan uang.
Sebelum
melakukan pengeluaran uang Rupiah, terlebih dahulu dilakukan perencanaan agar
uang yang dikeluarkan memiliki kualitas yang baik sehingga kepercayaan
masyarakat tetap terjaga. Perencanaan yang dilakukan Bank Indonesia meliputi
perencanaan pengeluaran emisi baru dengan mempertimbangkan tingkat
pemalsuan, nilai intrinsik serta masa
edar uang. Selain itu dilakukan pula perencanaan terhadap jumlah serta
komposisi pecahan uang yang akan dicetak selama satu tahun
kedepan. Berdasarkan perencanaan tersebut kemudian dilakukan pengadaan uang
baik untuk pengeluaran uang emisi baru maupun pencetakan rutin terhadap uang
emisi lama yang telah dikeluarkan.
Uang Rupiah
yang telah dikeluarkan tadi kemudian didistribusikan atau diedarkan di seluruh
wilayah melalui Kantor Bank Indonesia. Kebutuhan uang Rupiah di setiap kantor
Bank Indonesia didasarkan pada jumlah persediaan, keperluan pembayaran,
penukaran dan penggantian uang selama jangka waktu tertentu. Kegitan distribusi dilakukan
melalui sarana angkutan darat, laut dan udara. Untuk
menjamin keamanan jalur distribusi senantiasa dilakukan baik melalui pengawalan
yang memadai maupun dengan peningkatan sarana sistem monitoring.
Kegiatan
pengedaran uang juga dilakukan melalui pelayanan kas kepada bank umum maupun
masyarakat umum. Layanan kas kepada bank umum dilakukan melalui penerimaan setoran dan pembayaran uang Rupiah. Sedangkan
kepada masyarakat dilakukan melalui penukaran secara langsung melalui
loket-loket penukaran di seluruh kantor Bank Indonesia atau melalui kerjasama
dengan perusahaan yang menyediakan jasa penukaran uang kecil.
Lebih lanjut,
kegiatan pengelolaan uang Rupiah yang dilakukan Bank Indonesia adalah
pencabutan uang terhadap suatu
pecahan dengan tahun emisi tertentu yang tidak lagi berlaku
sebagai alat pembayaran yang sah. Pencabutan uang dari peredaran dimaksudkan
untuk mencegah dan meminimalisasi peredaran uang palsu serta menyederhanakan komposisi dan
emisi pecahan. Uang Rupiah yang dicabut tersebut dapat ditarik dengan cara
menukarkan ke Bank Indonesia atau pihak lain yang telah ditunjuk oleh Bank
Indonesia.
Sementara itu
untuk menjaga menjaga kualitas uang Rupiah dalam
kondisi yang layak edar di masyarakat, Bank Indonesia melakukan kegiatan
pemusnahan uang. Uang yang dimusnahkan tersebut adalah uang yang sudah dicabut
dan ditarik dari peredaran, uang hasil cetak kurang sempurna dan uang yang
sudah tidak layak edar. Kegiatan pemusnahan uang diatur melalui prosedur dan
dilaksanakan oleh jasa pihak ketiga yang dengan pengawasan oleh tim Bank
Indonesia (BI).
Dalam
melaksanakan tugas dan wewenangnya Bank Indonesia dipimpin oleh Dewan
Gubernur. Dewan ini terdiri atas seorang Gubernur sebagai pemimpin, dibantu oleh seorang Deputi Gubernur
Senior sebagai wakil, dan sekurang-kurangnya empat atau sebanyak-banyaknya
tujuh Deputi Gubernur. Masa jabatan Gubernur dan Deputi Gubernur selama-lamanya
lima tahun, dan mereka hanya dapat dipilih untuk sebanyak-banyaknya dua kali
masa tugas.
Pengangkatan
dan Pemberhentian Dewan Gubernur
Gubernur dan Deputi Gubernur Senior diusulkan dan diangkat oleh Presiden dengan
persetujuan DPR. Sementara
Deputi Gubernur diusulkan oleh Gubernur dan diangkat oleh Presiden dengan
persetujuan DPR. Anggota Dewan
Gubernur Bank Indonesia tidak dapat diberhentikan oleh Presiden, kecuali bila
mengundurkan diri, berhalangan tetap, atau melakukan tindak pidana kejahatan.
Pengambilan
Keputusan
Sebagai suatu
forum pengambilan keputusan tertinggi, Rapat Dewan Gubernur (RDG) diselenggarakan
sekurang-kurangnya sekali dalam sebulan untuk menetapkan kebijakan umum di
bidang moneter, serta
sekurang-kurangnya sekali dalam seminggu untuk melakukan evaluasi atas
pelaksanaan kebijakan moneter atau menetapkan kebijakan lain yang bersifat
prinsipil dan strategis. Pengambilan keputusan dilakukan dalam Rapat Dewan Gubernur, atas dasar
prinsip musyawarah demi mufakat. Apabila mufakat tidak tercapai, Gubernur
menetapkan keputusan akhir.
Sejak dibentuk,
orang-orang yang terpilih sebagai Gubernur BI, sebagai berikut:
- 2010-sekarang
Darmin Nasution
- 2009-2010 Darmin Nasution (Pelaksana tugas)
- 2009 Miranda Gultom (Pelaksana tugas)
- 2008-2009 Boediono
- 2003-2008 Burhanuddin Abdullah
- 1998-2003 Syahril Sabirin
- 1993-1998 Sudrajad Djiwandono
- 1988-1993 Adrianus Mooy
- 1983-1988 Arifin Siregar
- 1973-1983 Rachmat Saleh
- 1966-1973 Radius Prawiro
- 1963-1966 T. Jusuf Muda Dalam
- 1960-1963
Mr. Soemarno
- 1959-1960
Mr. Soetikno
Slamet
- 1958-1959
Mr. Loekman Hakim
- 1953-1958
Mr. Sjafruddin
Prawiranegara
SEKILAS
PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA
Pengembangan sistem perbankan
syariah di Indonesia dilakukan dalam kerangka dual-banking system atau sistem
perbankan ganda dalam kerangka Arsitektur Perbankan Indonesia (API), untuk
menghadirkan alternatif jasa perbankan yang semakin lengkap kepada masyarakat
Indonesia. Secara bersama-sama, sistem perbankan syariah dan perbankan
konvensional secara sinergis mendukung mobilisasi dana masyarakat secara lebih
luas untuk meningkatkan kemampuan pembiayaan bagi sektor-sektor perekonomian
nasional.
Karakteristik sistem perbankan
syariah yang beroperasi berdasarkan prinsip bagi hasil memberikan
alternatif sistem perbankan yang saling menguntungkan bagi masyarakat dan bank,
serta menonjolkan aspek keadilan dalam bertransaksi, investasi yang beretika,
mengedepankan nilai-nilai kebersamaan dan persaudaraan dalam berproduksi, dan
menghindari kegiatan spekulatif dalam bertransaksi keuangan. Dengan menyediakan
beragam produk serta layanan jasa perbankan yang beragam dengan skema keuangan
yang lebih bervariatif, perbankan syariah menjadi alternatif sistem perbankan
yang kredibel dan dapat dinimati oleh seluruh golongan masyarakat Indonesia
tanpa terkecuali.
Dalam konteks pengelolaan
perekonomian makro, meluasnya penggunaan berbagai produk dan instrumen keuangan
syariah akan dapat merekatkan hubungan antara sektor keuangan dengan sektor
riil serta menciptakan harmonisasi di antara kedua sektor tersebut. Semakin
meluasnya penggunaan produk dan instrumen syariah disamping akan mendukung
kegiatan keuangan dan bisnis masyarakat juga akan mengurangi
transaksi-transaksi yang bersifat spekulatif, sehingga mendukung stabilitas
sistem keuangan secara keseluruhan, yang pada gilirannya akan memberikan
kontribusi yang signifikan terhadap pencapaian kestabilan harga jangka
menengah-panjang.
Dengan telah diberlakukannya
Undang-Undang No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang terbit tanggal 16
Juli 2008, maka pengembangan industri perbankan syariah nasional semakin
memiliki landasan hukum yang memadai dan akan mendorong pertumbuhannya secara
lebih cepat lagi. Dengan progres perkembangannya yang impresif, yang mencapai
rata-rata pertumbuhan aset lebih dari 65% pertahun dalam lima tahun terakhir,
maka diharapkan peran industri perbankan syariah dalam mendukung perekonomian
nasional akan semakin signifikan.
Kebijakan Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia
Untuk memberikan pedoman bagi stakeholders perbankan syariah dan meletakkan posisi serta cara pandang Bank Indonesia dalam mengembangkan perbankan syariah di Indonesia, selanjutnya Bank Indonesia pada tahun 2002 telah menerbitkan “Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia”. Dalam penyusunannya, berbagai aspek telah dipertimbangkan secara komprehensif, antara lain kondisi aktual industri perbankan syariah nasional beserta perangkat-perangkat terkait, trend perkembangan industri perbankan syariah di dunia internasional dan perkembangan sistem keuangan syariah nasional yang mulai mewujud, serta tak terlepas dari kerangka sistem keuangan yang bersifat lebih makro seperti Arsitektur Perbankan Indonesia (API) dan Arsitektur Sistem Keuangan Indonesia (ASKI) maupun international best practices yang dirumuskan lembaga-lembaga keuangan syariah internasional, seperti IFSB (Islamic Financial Services Board), AAOIFI dan IIFM.
Pengembangan perbankan syariah
diarahkan untuk memberikan kemaslahatan terbesar bagi masyarakat dan
berkontribusi secara optimal bagi perekonomian nasional. Oleh karena itu, maka
arah pengembangan perbankan syariah nasional selalu mengacu kepada rencana-rencana
strategis lainnya, seperti Arsitektur Perbankan Indonesia (API), Arsitektur
Sistem Keuangan Indonesia (ASKI), serta Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN) dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN).
Dengan demikian upaya pengembangan perbankan syariah merupakan bagian dan
kegiatan yang mendukung pencapaian rencana strategis dalam skala yang lebih
besar pada tingkat nasional.
“Cetak Biru Pengembangan Perbankan
Syariah di Indonesia” memuat visi, misi dan sasaran pengembangan perbankan
syariah serta sekumpulan inisiatif strategis dengan prioritas yang jelas untuk
menjawab tantangan utama dan mencapai sasaran dalam kurun waktu 10 tahun ke
depan, yaitu pencapaian pangsa pasar perbankan syariah yang signifikan
melalui pendalaman peran perbankan syariah dalam aktivitas keuangan nasional,
regional dan internasional, dalam kondisi mulai terbentuknya integrasi dgn
sektor keuangan syariah lainnya.
Dalam jangka pendek, perbankan
syariah nasional lebih diarahkan pada pelayanan pasar domestik yang potensinya
masih sangat besar. Dengan kata lain, perbankan Syariah nasional harus sanggup
untuk menjadi pemain domestik akan tetapi memiliki kualitas layanan dan kinerja
yang bertaraf internasional.
Pada akhirnya, sistem perbankan
syariah yang ingin diwujudkan oleh Bank Indonesia adalah perbankan syariah yang
modern, yang bersifat universal, terbuka bagi seluruh masyarakat Indonesia
tanpa terkecuali. Sebuah sistem perbankan yang menghadirkan bentuk-bentuk
aplikatif dari konsep ekonomi syariah yang dirumuskan secara bijaksana, dalam
konteks kekinian permasalahan yang sedang dihadapi oleh bangsa Indonesia, dan
dengan tetap memperhatikan kondisi sosio-kultural di dalam mana bangsa ini
menuliskan perjalanan sejarahnya. Hanya dengan cara demikian, maka upaya
pengembangan sistem perbankan syariah akan senantiasa dilihat dan diterima oleh
segenap masyarakat Indonesia sebagai bagian dari solusi atas berbagai
permasalahan negeri.
Grand Strategy Pengembangan Pasar
Perbankan Syariah
Sebagai langkah konkrit upaya pengembangan perbankan syariah di Indonesia, maka Bank Indonesia telah merumuskan sebuah Grand Strategi Pengembangan Pasar Perbankan Syariah, sebagai strategi komprehensif pengembangan pasar yg meliputi aspek-aspek strategis, yaitu: Penetapan visi 2010 sebagai industri perbankan syariah terkemuka di ASEAN, pembentukan citra baru perbankan syariah nasional yang bersifat inklusif dan universal, pemetaan pasar secara lebih akurat, pengembangan produk yang lebih beragam, peningkatan layanan, serta strategi komunikasi baru yang memposisikan perbankan syariah lebih dari sekedar bank.
Sebagai langkah konkrit upaya pengembangan perbankan syariah di Indonesia, maka Bank Indonesia telah merumuskan sebuah Grand Strategi Pengembangan Pasar Perbankan Syariah, sebagai strategi komprehensif pengembangan pasar yg meliputi aspek-aspek strategis, yaitu: Penetapan visi 2010 sebagai industri perbankan syariah terkemuka di ASEAN, pembentukan citra baru perbankan syariah nasional yang bersifat inklusif dan universal, pemetaan pasar secara lebih akurat, pengembangan produk yang lebih beragam, peningkatan layanan, serta strategi komunikasi baru yang memposisikan perbankan syariah lebih dari sekedar bank.
Selanjutnya berbagai program konkrit
telah dan akan dilakukan sebagai tahap implementasi dari grand strategy
pengembangan pasar keuangan perbankan syariah, antara lain adalah sebagai
berikut:
Pertama, menerapkan visi baru pengembangan perbankan syariah pada
fase I tahun 2008 membangun pemahaman perbankan syariah sebagai Beyond Banking,
dengan pencapaian target asset sebesar Rp.50 triliun dan pertumbuhan industri
sebesar 40%, fase II tahun 2009 menjadikan perbankan syariah Indonesia sebagai
perbankan syariah paling atraktif di ASEAN, dengan pencapaian target asset
sebesar Rp.87 triliun dan pertumbuhan industri sebesar 75%. Fase III
tahun 2010 menjadikan perbankan syariah Indonesia sebagai perbankan syariah
terkemuka di ASEAN, dengan pencapaian target asset sebesar Rp.124 triliun dan
pertumbuhan industri sebesar 81%.
Kedua, program pencitraan baru perbankan syariah yang meliputi
aspek positioning, differentiation, dan branding. Positioning baru bank syariah
sebagai perbankan yang saling menguntungkan kedua belah pihak, aspek
diferensiasi dengan keunggulan kompetitif dengan produk dan skema yang beragam,
transparans, kompeten dalam keuangan dan beretika, teknologi informasi yang
selalu up-date dan user friendly, serta adanya ahli investasi keuangan syariah
yang memadai. Sedangkan pada aspek branding adalah “bank syariah lebih dari
sekedar bank atau beyond banking”.
Ketiga, program pemetaan baru secara lebih akurat terhadap potensi
pasar perbankan syariah yang secara umum mengarahkan pelayanan jasa bank
syariah sebagai layanan universal atau bank bagi semua lapisan masyarakat dan
semua segmen sesuai dengan strategi masing-masing bank syariah.
Keempat, program pengembangan produk yang diarahkan kepada variasi
produk yang beragam yang didukung oleh keunikan value yang ditawarkan (saling
menguntungkan) dan dukungan jaringan kantor yang luas dan penggunaan
standar nama produk yang mudah dipahami.
Kelima, program peningkatan kualitas layanan yang didukung oleh
SDM yang kompeten dan penyediaan teknologi informasi yang mampu memenuhi
kebutuhan dan kepuasan nasabah serta mampu mengkomunikasikan produk dan jasa
bank syariah kepada nasabah secara benar dan jelas, dengan tetap memenuhi
prinsip syariah; dan
Keenam, program sosialisasi dan edukasi masyarakat secara lebih
luas dan efisien melalui berbagai sarana komunikasi langsung, maupun tidak
langsung (media cetak, elektronik, online/web-site), yang bertujuan untuk
memberikan pemahaman tentang kemanfaatan produk serta jasa perbankan syariah
yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.
Dokumentasi tentang Perbankan
Syariah:
- Outlook Perbankan Syariah 2011
- Program Akselerasi Perbankan Syariah (Zip File, 902 KB)
- Panduan Investasi Perbankan Syariah (Zip File, 945 KB)
- Kodifikasi Produk Perbankan Syariah (Zip File, 237 KB)
- UU Republik Indonesia No. 21/2008 tentang
Perbankan Syariah
- Ikhtisar UU Republik Indonesia No. 21/2008
tentang Perbankan Syariah
- Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah
Indonesia (PAPSI 2003) (Zip
File, 1.476 KB)
- APA SIH iB (ai-Bi)...??
- iB (ai-Bi) Melaju Dengan Strategi Baru
- Mengembangkan Usaha Dengan Pembiayaan Modal
Kerja iB
- Menghitung Bagi Hasil iB
- Mobile Banking iB
- Multijasa iB : Solusi Kebutuhan Biaya
Pendidikan
- Perbankan Syariah: Lebih Tahan Krisis Global
- Perkembangan Impresif iB (ai-Bi) Perbankan
Syariah
- Daftar Produk Perbankan Syariah
- Dicari : SDM Multidimensi Untuk iB (ai-Bi)
- iB ( ai-Bi) : Gaya Hidup Baru Dalam
Berbanking
- Kartu Kredit iB: Sesuai Syariah, Bisa
Dipakai Di Seluruh Dunia
- Tabungan iB, Menabung Sekaligus Berinvestasi
- KPR iB : Beragam Pilihan Semuanya
Menguntungkan
- Layanan iB Di Manapun, Mudah Dan Tetap
Syariah
- Mari Berbagi Hasil Bersama iB
24. DEFINISI
STABILITAS SISTEM KEUANGAN
25. Stabilitas
Sistem Keuangan (SSK) sebenarnya belum memiliki definisi baku yang telah
diterima secara internasional. Oleh karena itu, muncul beberapa definisi
mengenai SSK yang pada intinya mengatakan bahwa suatu sistem keuangan memasuki
tahap tidak stabil pada saat sistem tersebut telah membahayakan dan
menghambat kegiatan ekonomi. Di bawah ini dikutip beberapa definisi SSK yang diambil
dari berbagai sumber:
26. ” Sistem
keuangan yang stabil mampu mengalokasikan sumber dana dan menyerap kejutan
(shock) yang terjadi sehingga dapat mencegah gangguan terhadap kegiatan sektor
riil dan sistem keuangan.”
27. ” Sistem
keuangan yang stabil adalah sistem keuangan yang kuat dan tahan terhadap
berbagai gangguan ekonomi sehingga tetap mampu melakukan fungsi intermediasi,
melaksanakan pembayaran dan menyebar risiko secara baik.”
28. ”
Stabilitas sistem keuangan adalah suatu kondisi dimana mekanisme ekonomi dalam
penetapan harga, alokasi dana dan pengelolaan risiko berfungsi secara baik dan
mendukung pertumbuhan ekonomi.”
29. Arti
stabilitas sistem keuangan dapat dipahami dengan melakukan penelitian terhadap
faktor-faktor yang dapat menyebabkan instabilitas di sektor keuangan.
Ketidakstabilan sistem keuangan dapat dipicu oleh berbagai macam penyebab dan
gejolak. Hal ini umumnya merupakan kombinasi antara kegagalan pasar, baik
karena faktor struktural maupun perilaku. Kegagalan pasar itu sendiri dapat
bersumber dari eksternal (internasional) dan internal (domestik). Risiko yang
sering menyertai kegiatan dalam sistem keuangan antara lain risiko kredit,
risiko likuiditas, risiko pasar dan risiko operasional.
30. Meningkatnya
kecenderungan globalisasi sektor finansial yang didukung oleh perkembangan
teknologi menyebabkan sistem keuangan menjadi semakin terintegrasi tanpa
jeda waktu dan batas wilayah. Selain itu, inovasi produk keuangan semakin
dinamis dan beragam dengan kompleksitas yang semakin tinggi. Berbagai
perkembangan tersebut selain dapat mengakibatkan sumber-sumber pemicu
ketidakstabilan sistem keuangan meningkat dan semakin beragam, juga dapat
mengakibatkan semakin sulitnya mengatasi ketidakstabilan tersebut.
31. Identifikasi
terhadap sumber ketidakstabilan sistem keuangan umumnya lebih bersifat forward
looking (melihat kedepan). Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui potensi risiko
yang akan timbul serta akan mempengaruhi kondisi sistem keuangan mendatang.
Atas dasar hasil identifikasi tersebut selanjutnya dilakukan analisis sampai
seberapa jauh risiko berpotensi menjadi semakin membahayakan, meluas dan
bersifat sistemik sehingga mampu melumpuhkan perekonomian.
32.
33. Bank merupakan lembaga kepercayaan yang berfungsi sebagai
lembaga intermediasi, membantu kelancaran sistem pembayaran, dan yang tidak
kalah pentingnya adalah lembaga yang menjadi sarana dalam pelaksanaan kebijakan
pemerintah yaitu kebijakan moneter. Karena fungsi-fungsinya tersebut, maka
keberadaan bank yang sehat, baik secara individu maupun secara keseluruhan sebagai
suatu sistem, merupakan prasyarat bagi suatu perekonomian yang sehat. Untuk
menciptakan perbankan yang sehat antara lain diperlukan pengaturan dan
pengawasan bank yang efektif. Kebijakan perbankan dirumuskan dan dilaksanakan
oleh BI pada dasarnya merupakan bagian dari upaya untuk menciptakan, menjaga,
dan memelihara sistem perbankan yang sehat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar