Hujan asam
Dari Wikipedia bahasa Indonesia,
ensiklopedia bebas
Hujan asam diartikan
sebagai segala macam hujan dengan pH di bawah 5,6. Hujan secara alami bersifat asam (pH
sedikit di bawah 6) karena karbondioksida (CO2)
di udara yang larut
dengan air hujan memiliki bentuk sebagai asam lemah. Jenis
asam dalam hujan ini sangat bermanfaat karena membantu melarutkan mineral dalam tanah yang dibutuhkan
oleh tumbuhan dan binatang.
Hujan asam
disebabkan oleh belerang (sulfur) yang
merupakan pengotor dalam bahan
bakar fosil serta nitrogen di udara yang
bereaksi dengan oksigen membentuk sulfur dioksida dan nitrogen oksida. Zat-zat ini berdifusi ke atmosfer dan bereaksi
dengan air untuk membentuk asam
sulfat dan asam
nitrat yang mudah
larut sehingga jatuh bersama air hujan. Air hujan yang asam tersebut akan
meningkatkan kadar keasaman tanah dan air permukaan yang terbukti berbahaya
bagi kehidupan ikan dan tanaman. Usaha untuk mengatasi hal ini saat ini sedang
gencar dilaksanakan.
Daftar
isi
|
Sumber
Secara alami
hujan asam dapat terjadi akibat semburan dari gunung
berapi dan dari
proses biologis di tanah, rawa, dan laut. Akan tetapi, mayoritas hujan asam
disebabkan oleh aktivitas manusia seperti industri, pembangkit tenaga listrik, kendaraan bermotor dan pabrik pengolahan pertanian
(terutama amonia). Gas-gas yang
dihasilkan oleh proses ini dapat terbawa angin hingga ratusan
kilometer di atmosfer sebelum berubah menjadi asam dan terdeposit ke tanah.
Hujan asam
karena proses industri telah menjadi masalah yang penting di Republik Rakyat Cina, Eropa Barat, Rusia dan
daerah-daerah di arahan anginnya. Hujan asam dari pembangkit tenaga listrik di Amerika
Serikat bagian Barat
telah merusak hutan-hutan di New York dan New
England. Pembangkit
tenaga listrik ini umumnya menggunakan batu bara sebagai bahan bakarnya.
Proses yang
terlibat dalam pemecahan Asam ( catatan: bahwa hanya SO2 dan NOX memegang peran
penting dalam hujan asam).
Pembentukan hujan asam
Secara
sederhana, reaksi pembentukan hujan asam sebagai berikut:
Bukti
terjadinya peningkatan hujan asam diperoleh dari analisa es kutub. Terlihat
turunnya kadar pH sejak dimulainya Revolusi
Industri dari 6 menjadi
4,5 atau 4. Informasi lain diperoleh dari organisme yang dikenal sebagai diatom
yang menghuni kolam-kolam. Setelah bertahun-tahun, organisme-organisme yang
mati akan mengendap dalam lapisan-lapisan sedimen di dasar kolam. Pertumbuhan
diatom akan meningkat pada pH tertentu, sehingga jumlah diatom yang ditemukan
di dasar kolam akan memperlihatkan perubahan pH secara tahunan bila kita
melihat ke masing-masing lapisan tersebut.
Sejak
dimulainya Revolusi Industri, jumlah emisi sulfur dioksida dan nitrogen oksida
ke atmosfer turut meningkat. Industri yang menggunakan bahan bakar fosil,
terutama batu
bara, merupakan
sumber utama meningkatnya oksida belerang ini. Pembacaan pH di area industri
kadang-kadang tercatat hingga 2,4 (tingkat keasaman cuka).
Sumber-sumber ini, ditambah oleh transportasi, merupakan penyumbang-penyumbang
utama hujan asam.
Masalah hujan
asam tidak hanya meningkat sejalan dengan pertumbuhan populasi dan industri
tetapi telah berkembang menjadi lebih luas. Penggunaan cerobong asap yang tinggi
untuk mengurangi polusi lokal
berkontribusi dalam penyebaran hujan asam, karena emisi gas yang dikeluarkannya
akan masuk ke sirkulasi udara regional yang memiliki jangkauan lebih luas. Sering
sekali, hujan asam terjadi di daerah yang jauh dari lokasi sumbernya, di mana
daerah pegunungan cenderung
memperoleh lebih banyak karena tingginya curah hujan di sini.
Terdapat
hubungan yang erat antara rendahnya pH dengan berkurangnya populasi ikan di
danau-danau. pH di bawah 4,5 tidak memungkinkan bagi ikan untuk hidup,
sementara pH 6 atau lebih tinggi akan membantu pertumbuhan populasi ikan. Asam
di dalam air akan menghambat produksi enzim dari larva ikan trout untuk keluar
dari telurnya. Asam juga mengikat logam beracun seperi alumunium di danau.
Alumunium akan menyebabkan beberapa ikan mengeluarkan lendir berlebihan di
sekitar insangnya sehingga ikan
sulit bernafas. Pertumbuhan Phytoplankton yang menjadi sumber makanan ikan juga
dihambat oleh tingginya kadar pH.
Tanaman
dipengaruhi oleh hujan asam dalam berbagai macam cara. Lapisan lilin pada daun rusak sehingga
nutrisi menghilang sehingga tanaman tidak tahan terhadap keadaan dingin, jamur
dan serangga. Pertumbuhan akar menjadi lambat sehingga lebih sedikit nutrisi
yang bisa diambil, dan mineral-mineral penting menjadi hilang.
Ion-ion beracun
yang terlepas akibat hujan asam menjadi ancaman yang besar bagi manusia.
Tembaga di air berdampak pada timbulnya wabah diare pada anak dan air tercemar
alumunium dapat menyebabkan penyakit Alzheimer.
Sejarah
Hujan asam
dilaporkan pertama kali di Manchester, Inggris, yang menjadi
kota penting dalam Revolusi
Industri. Pada tahun 1852, Robert Angus
Smith menemukan hubungan antara hujan asam dengan polusi udara. Istilah hujan
asam tersebut mulai digunakannya pada tahun 1872. Ia mengamati bahwa hujan asam
dapat mengarah pada kehancuran alam.
Walaupun hujan
asam ditemukan di tahun 1852, baru pada
tahun 1970-an para
ilmuwan mulai mengadakan banyak melakukan penelitian mengenai fenomena ini.
Kesadaran masyarakat akan hujan asam di Amerika Serikat meningkat di tahun
1990-an setelah di New York Times memuat laporan dari Hubbard Brook
Experimental Forest di New Hampshire tentang of the banyaknya kerusakan
lingkungan yang diakibatkan oleh hujan asam.
Metode Pencegahan
Di Amerika
Serikat, banyak
pembangkit tenaga listrik tenaga batu bara menggunakan Flue gas
desulfurization (FGD) untuk menghilangkan gas yang mengandung belerang dari
cerobong mereka. Sebagai contoh FGD adalah wet scrubber yang umum
digunakan di Amerika Serikat dan negara-negara lainnya. Wet scrubber
pada dasarnya adalah tower yang dilengkapi dengan kipas yang mengambil gas asap
dari cerobong ke tower tersebut. Kapur atau batu kapur dalam bentuk bubur juga
diinjeksikan ke dalam tower sehingga bercampur dengan gas cerobong serta
bereaksi dengan sulfur dioksida yang ada, Kalsium karbonat dalam batu kapur
menghasilkan kalsium sulfat ber pH netral yang secara fisik dapat dikeluarkan
dari scrubber. Oleh karena itu, scrubber mengubah polusi menjadi
sulfat industri.
Di beberapa
area, sulfat tersebut dijual ke pabrik kimia sebagai gipsum bila kadar
kalsium sulfatnya tinggi. Di tempat lain, sulfat tersebut ditempatkan di land-fill.
Pranala luar
Pengertian (Arti) dan Penyebab Terjadinya Hujan asam
(Pengertian
(Arti) dan Penyebab Terjadinya Hujan asam) – Hujan asam adalah suatu masalah lingkungan yang serius yang benar-benar
difikirkan oleh manusia. Ini
merupakan masalah umum yang secara berangsur-angsur mempengaruhi kehidupan
manusia. Istilah Hujan asam pertama
kali diperkenalkan oleh Angus Smith ketika ia menulis tentang
polusi industri di Inggris (Anonim, 2001). Tetapi istilah hujan asam
tidaklah tepat, yang benar adalah deposisi asam. Hujan asam
juga bisa diartikan sebagai segala macam hujan dengan pH di bawah 5,6. Hujan
secara alami bersifat asam (pH sedikit di bawah 6) karena karbondioksida (CO2)
di udara yang larut dengan air hujan memiliki bentuk sebagai asam lemah. Jenis
asam dalam hujan ini sangat bermanfaat karena membantu melarutkan mineral dalam
tanah yang dibutuhkan oleh tumbuhan dan binatang.
Penyebab Terjadinya Hujan Asam
Pada dasarnya Hujan asam disebabkan oleh 2 polutan udara, Sulfur Dioxide (SO2) dan nitrogen oxides (NOx) yang keduanya dihasilkan melalui pembakaran. Akan tetapi sekitar 50% SO2 yang ada di atmosfer diseluruh dunia terjadi secara alami, misalnya dari letusan gunung berapi maupun kebakaran hutan secara alami. Sedangkan 50% lainnya berasal dari kegiatan manusia, misalnya akibat pembakaran BBF, peleburan logam dan pembangkit listrik. Minyak bumi mengadung belerang antara 0,1% sampai 3% dan batubara 0,4% sampai 5%. Waktu BBF di bakar, belerang tersebut beroksidasi menjadi belerang dioksida (SO2) dan lepas di udara. Oksida belerang itu selanjutnya berubah menjadi asam sulfat (Soemarwoto O, 1992).
Women and Technology
Pada dasarnya Hujan asam disebabkan oleh 2 polutan udara, Sulfur Dioxide (SO2) dan nitrogen oxides (NOx) yang keduanya dihasilkan melalui pembakaran. Akan tetapi sekitar 50% SO2 yang ada di atmosfer diseluruh dunia terjadi secara alami, misalnya dari letusan gunung berapi maupun kebakaran hutan secara alami. Sedangkan 50% lainnya berasal dari kegiatan manusia, misalnya akibat pembakaran BBF, peleburan logam dan pembangkit listrik. Minyak bumi mengadung belerang antara 0,1% sampai 3% dan batubara 0,4% sampai 5%. Waktu BBF di bakar, belerang tersebut beroksidasi menjadi belerang dioksida (SO2) dan lepas di udara. Oksida belerang itu selanjutnya berubah menjadi asam sulfat (Soemarwoto O, 1992).
Women and Technology
Mengungkap
Proses Terjadinya Hujan Asam
tempat kuliah paling fleksibel
SARJANA NEGERI 3 TAHUN – TANPA SKRIPSI – ABSENSI HADIR BEBAS – BERKUALITAS –
IJAZAH & GELAR DARI DEPDIKNAS – MURAH DAPAT DIANGSUR TIAP BULAN -terima
pindahan dari PTN/PTS lain
|
MANAJEMEN
– AKUNTANSI – ILMU KOMUNIKASI – ILMU PEMERINTAHAN
|
utkampus : jl. terusan
halimun 37 bandung- utkampus.net
DENGAN semakin meningkatnya ilmu
pengetahun dan teknologi (iptek), semakin tinggi pula aktivitas kegiatan
ekonomi manusia, di antaranya dengan semakin pesatnya perkembangan proses
industrialisasi dan sistem transportasi. Sebagai konsekuensi logis, maka semakin
meningkat pula zat-zat polutan yang dikeluarkan kegiatan industri maupun
transportasi tersebut. Keberadaan zat-zat polutan di udara ini tentu akan
berpengaruh terhadap proses-proses fisik dan kimia yang terjadi di udara. Salah
satu dampaknya ialah dengan terjadinya hujan asam.
Istilah hujan asam pertama kali
digunakan Robert Angus Smith pada tahun 1972. Ia menguraikan tentang keadaan di
Manchester, sebuah kawasan industri di bagian utara Inggris. Hujan asam ini
pada dasarnya merupakan bagian dari peristiwa terjadinya deposisi asam.
Deposisi asam terdiri dari dua jenis, yaitu deposisi kering dan deposisi basah.
Deposisi kering adalah peristiwa terkenanya benda dan molekul hidup oleh asam
yang ada dalam udara.
Hal ini bisa terjadi di daerah
perkotaan, karena adanya pencemaran udara dari lalu lintas yang berat dan
daerah yang langsung terkena udara yang tercemar dari pabrik. Dapat pula
terjadi di daerah perbukitan yang terkena angin yang membawa udara yang
mengandung asam. Deposisi kering biasanya terjadi di tempat dekat sumber
pencemaran.
Sedangkan deposisi basah ialah
turunnya dalam bentuk hujan. Hal ini terjadi apabila asam di dalam udara larut
ke dalam butir-butir air di awan. Jika kemudian turun hujan dari awan itu, air
hujannya akan bersifat asam. Dalam bahasa Inggris peristiwa ini disebut dengan rain-out.
Deposisi basah dapat pula terjadi karena hujan turun melalui udara yang
mengandung asam, sehingga asam itu larut ke bumi. Peristiwa ini disebut wash-out.
Menurut Bambang Yulianto (1993)
masalah deposisi asam terjadi di lapisan atmosfer terendah, yaitu di troposfer.
Asam yang terkandung didalam deposisi asam ialah asam sulfat (H2SO4) dan asam
nitrat (NHO3). Keduanya merupakan asam yang sangat kuat. Asam sulfat berasal
dari gas SO2 dan asam nitrat, terutama dari gas NOx yang melalui proses fisik
dan kimia di udara membentuk keasaman. Proses yang terjadi sangatlah kompleks
yang melibatkan proses transportasi dan transformasi. Kontribusi air hujan
untuk mengikat zat-zat polutan tersebut membentuk keasaman dalam bentuk senyawa
H2SO4 dan NHO3.
Dalam konteks ini, dalam ilmu kimia,
derajat keasaman diukur dengan pH yang menunjukkan kadar ion H+ yang terdapat
dalam sebuah larutan yang dinyatakan dalam -log kadar H+. Karena pH menggunakan
skala logaritma, tiap skala berarti kelipatan 10. Misalnya, pH 3 adalah 10 kali
lebih asam dari pada pH 4 dan 100 kali asam dari pH 5. Sedangkan hujan yang
normal, yaitu hujan yang tidak tercemar, mempunyai pH sekira 5,6. Jadi,
bersifat agak asam. Hal ini disebabkan gas CO2 didalam air hujan. Asam karbonat
itu bersifat asam yang tercemar oleh asam yang kuat, pH air hujan turun dibawah
5,6. Hujan inilah yang merupakan hujan asam.
Polutan
yang berperan
Polutan yang berperan akan
terjadinya hujan asam adalah zat SO2 dan NOx di udara. Sekira 50% SO2 yang ada
didalam atmosfer adalah alamiah, antara lain dari letusan gunung berapi dan
kebakaran hutan yang alamiah. Sedangkan yang 50% lagi adalah antropogenik,
yaitu berasal dari aktivitas manusia, terutama dari pembakaran bahan-bahan fosil
(BBF) dan peleburan logam.
Namun, di daerah yang banyak
mempunyai industri dan lalu lintas berat, SO2 yang antrofogenik lebih tinggi.
Kadar SO2 tertinggi terdapat pada
pusat industri di Eropa, Amerika Utara dan Asia Timur. Di Eropa Barat, 90% SO2
adalah antrofogenik. Di Inggris, 2/3 SO2 berasal dari pembangkit listrik batu
bara, di Jerman 50% dan di Kanada 63%.
Emisi terbesar SO2 di dunia adalah
pabrik pelebur tembaga dan nikel di Sundbury, Ontario, Kanada yang mengemisikan
SO2 632.000 ton/tahun. Adapun pembentukan asam sulfat dalam fase gas oleh emisi
SO2 di udara terjadi dengan bantuan radikal hidroksil (OH), sehingga
terbentuklah kembali radikal OH.
Oleh sebab itu selama masih terdapat
NO di atmosfer, dapatlah terbentuk asam sulfat tanpa mengurangi kadar OH.
Dengan demikian semakin banyak SO2 makin banyak pula asam sulfat yang
terbentuk.
Kemudian, seperti halnya SO2, 50%
NOx dalam atmosfer adalah alamiah dan 50% antrofogenik. Pembakaran BBF juga
merupakan sumber terbesar NOx sehingga di negara dengan industri maju NOx yang
antrofogenik lebih besar dari pada yang alamiah. Emisi NOx dalam tahun 1980
diperkirakan sebesar 9,2 juta ton di Eropa, 19,3 juta ton di Amerika Serikat,
dan 1,8 juta ton di Kanada. Instalasi pembangkit listrik dan kendaraan bermotor
merupakan sumber utama NOx.
NOx berasal juga dari aktivitas
jasad renik tanah, di mana untuk kehidupannya menggunakan senyawa organik yang
mengandung N. Oksida N itu merupakan hasil sampingan dari aktivitas jasad renik
tersebut.
Pupuk N dalam tanah yang tidak
terserap tumbuhan juga mengalami perombakan kimia fisik dan biologi yang
menghasilkan oksida N. Semakin banyak digunakan pupuk N, semakin tinggi pula
produksi oksida tersebut. Sebagian dari oksida N tersebut di udara berubah
menjadi asam nitrat.
Sumber asam nitrat yang lain ialah
amonia (NH3). NH3 sebenarnya bersifat basa, tetapi keberadaannya di udara
menetralisasi asam dengan pembentukan garam (NH4)2 dan NH4NO3 kemudian
dioksidasi menjadi asam nitrat. Sumber utama NH3 ialah pertanian dan
peternakan, yaitu pupuk dan kotoran ternak.
Untuk emisi yang berasal dari
transportasi (pencemaran udara akibat aktivitas transportasi besarnya 33-50%
dari pencemaran total pada udara) dengan menggunakan metode pengubah katalik (catalytic
converter). Namun, alat ini hanya dapat dipergunakan pada kendaraan dengan
bahan bakar minyak (BBM) bensin dan tidak pada mesin diesel.
Alat ini pun juga tidak dapat
dipergunakan pada bensin yang mengandung timbal (Pb), sehingga tidak dapat
dipergunakan di negara yang masih mempergunakan bensin jenis ini, seperti di
Indonesia. Pengubah katalik ini dipasang pada knalpot menggunakan campuran
platinum dan rhodium sebagai katalisator. Alat ini dapat mengubah CO dan HC
menjadi CO2 dan air serta mereduksi NOx menjadi gas nitrogen. Dengan alat ini
emisi CO, HC, dan NOx dapat dikurangi sampai dengan 90%.
Semua cara tadi tentu saja
memerlukan biaya yang mahal. Untuk itu, dalam mengantisipasinya yaitu dengan
cara upaya penghematan energi.
Penghematan energi ini mempunyai
keuntungan dalam mengurangi CO2 selain mengurangi emisi lainnya. Namun,
tentunya bersifat fleksibel, sehingga terdapat pilihan yang luas yang bisa
dilakukan oleh berbagai lapisan masyarakat.(Budi Imansyah S./sumber; BD)***
Qwertyuiop[
Penyebab, dampak, dan upaya pengendalian hujan asam
Hujan asam adalah suatu masalah lingkungan yang serius yang
benar-benar difikirkan oleh manusia. Ini merupakan masalah umum yang secara
berangsur-angsur mempengaruhi kehidupan manusia. Istilah Hujan asam pertama
kali diperkenalkan oleh Angus Smith ketika ia menulis tentang polusi industri
di Inggris (Anonim, 2001). Tetapi istilah hujan asam tidaklah tepat, yang benar
adalah deposisi asam.
Deposisi asam ada dua jenis, yaitu deposisi kering dan deposisi basah. Deposisi kering ialah peristiwa kerkenanya benda dan mahluk hidup oleh asam yang ada dalam udara. Ini dapat terjadi pada daerah perkotaan karena pencemaran udara akibat kendaraan maupun asap pabrik. Selain itu deposisi kering juga dapat terjadi di daerah perbukitan yang terkena angin yang membawa udara yang mengandung asam. Biasanya deposisi jenis ini terjadi dekat dari sumber pencemaran.
Deposisi basah ialah turunnya asam dalam bentuk hujan. Hal ini terjadi apabila asap di dalam udara larut di dalam butir-butir air di awan. Jika turun hujan dari awan tadi, maka air hujan yang turun bersifat asam. Deposisi asam dapat pula terjadi karena hujan turun melalui udara yang mengandung asam sehingga asam itu terlarut ke dalam air hujan dan turun ke bumi. Asam itu tercuci atau wash out. Deposisi jenis ini dapat terjadi sangat jauh dari sumber pencemaran.
Hujan secara alami bersifat asam karena Karbon Dioksida (CO2) di udara yang larut dengan air hujan memiliki bentuk sebagai asam lemah. Jenis asam dalam hujan ini sangat bermanfaat karena membantu melarutkan mineral dalam tanah yang dibutuhkan oleh tumbuhan dan binatang.
Hujan pada dasarnya memiliki tingkat keasaman berkisar pH 5, apabila hujan terkontaminasi dengan karbon dioksida dan gas klorine yang bereaksi serta bercampur di atmosphere sehingga tingkat keasaman lebih rendah dari pH 5, disebut dengan hujan asam.
Pada dasarnya Hujan asam disebabkan oleh 2 polutan udara, Sulfur Dioxide (SO2) dan nitrogen oxides (NOx) yang keduanya dihasilkan melalui pembakaran. Akan tetapi sekitar 50% SO2 yang ada di atmosfer diseluruh dunia terjadi secara alami, misalnya dari letusan gunung berapi maupun kebakaran hutan secara alami. Sedangkan 50% lainnya berasal dari kegiatan manusia, misalnya akibat pembakaran BBF, peleburan logam dan pembangkit listrik. Minyak bumi mengadung belerang antara 0,1% sampai 3% dan batubara 0,4% sampai 5%. Waktu BBF di bakar, belerang tersebut beroksidasi menjadi belerang dioksida (SO2) dan lepas di udara. Oksida belerang itu selanjutnya berubah menjadi asam sulfat (Soemarwoto O, 1992).
Kadar SO2 tertinggi terdapat pada pusat industri di Eropa, Amerika Utara dan Asia Timur. Di Eropa Barat, 90% SO2 adalah antrofogenik. Di Inggris, 2/3 SO2 berasal dari pembangkit listrik batu bara, di Jerman 50% dan di Kanada 63% (Anonim, 2005).
Menurut Soemarwoto O (1992), 50% nitrogen oxides terdapat di atmosfer secara alami, dan 50% lagi juga terbentuk akibat kegiatan manusia, terutama akibat pembakaran BBF. Pembakaran BBF mengoksidasi 5-50% nitrogen dalam batubara , 40-50% nitrogen dalam minyak berat dan 100% nitrogen dalam mkinyak ringan dan gas. Makin tinggi suhu pembakaran, makin banyak Nox yang terbentuk.
Selain itu NOx juga berasal dari aktifitas jasad renik yang menggunakan senyawa organik yang mengandung N. Oksida N merupakan hasil samping aktifitas jasad renik itu. Di dalam tanah pupuk N yang tidak terserap tumbuhan juga mengalami kimi-fisik dan biologik sehingga menghasilkan N. Karena itu semakin banyak menggunakan pupuk N, makin tinggi pula produksi oksida tersebut.
Senyawa SO2 dan NOx ini akan terkumpul di udara dan akan melakukan perjalanan ribuan kilometer di atsmosfer, disaat mereka bercampur dengan uap air akan membentuk zat asam sulphuric dan nitric. Disaat terjadinya curah hujan, kabut yang membawa partikel ini terjadilah hujam asam. Hujan asam juga dapat terbentuk melalui proses kimia dimana gas sulphur dioxide atau sulphur dan nitrogen mengendap pada logam serta mongering bersama debu atau partikel lainnya (Anonim. 2005).
2.2 Dampak Hujan Asam
Terjadinya hujan asam harus diwaspadai karena dampak yang ditimbulkan bersifat global dan dapat menggangu keseimbangan ekosistem. Hujan asam memiliki dampak tidak hanya pada lingkungan biotik, namun juga pada lingkungan abiotik, antara lain :
Danau
Kelebihan zat asam pada danau akan mengakibatkan sedikitnya species yang bertahan. Jenis Plankton dan invertebrate merupakan mahkluk yang paling pertama mati akibat pengaruh pengasaman. Apa yang terjadi jika didanau memiliki pH dibawah 5, lebih dari 75 % dari spesies ikan akan hilang (Anonim, 2002). Ini disebabkan oleh pengaruh rantai makanan, yang secara signifikan berdampak pada keberlangsungan suatu ekosistem. Tidak semua danau yang terkena hujan asam akan menjadi pengasaman, dimana telah ditemukan jenis batuan dan tanah yang dapat membantu menetralkan keasaman.
Tumbuhan dan Hewan
Hujan asam yang larut bersama nutrisi didalam tanah akan menyapu kandungan tersebut sebelum pohon-pohon dapat menggunakannya untuk tumbuh. Serta akan melepaskan zat kimia beracun seperti aluminium, yang akan bercampur didalam nutrisi. Sehingga apabila nutrisi ini dimakan oleh tumbuhan akan menghambat pertumbuhan dan mempercepat daun berguguran, selebihnya pohon-pohon akan terserang penyakit, kekeringan dan mati. Seperti halnya danau, Hutan juga mempunyai kemampuan untuk menetralisir hujan asam dengan jenis batuan dan tanah yang dapat mengurangi tingkat keasaman.
Pencemaran udara telah menghambat fotosintesis dan immobilisasi hasil fotosintesis dengan pembentukan metabolit sekunder yang potensial beracun. Sebagai akibatnya akar kekurangan energi, karena hasil fotosintesis tertahan di tajuk. Sebaliknya tahuk mengakumulasikan zat yang potensial beracun tersebut. Dengan demikian pertumbuhan akar dan mikoriza terhambat sedangkan daunpun menjadi rontok. Pohon menjadi lemah dan mudah terserang penyakit dan hama.
Penurunan pH tanah akibat deposisi asam juga menyebabkan terlepasnya aluminium dari tanah dan menimbulkan keracunan. Akar yang halus akan mengalami nekrosis sehingga penyerapan hara dan iar terhambat. Hal ini menyebabkan pohon kekurangan air dan hara serta akhirnya mati. Hanya tumbuhan tertentu yang dapat bertahan hidup pada daerah tersebut, hal ini akan berakibat pada hilangnya beberapa spesies. Ini juga berarti bahwa keragaman hayati tamanan juga semakin menurun.
Kadar SO2 yang tinggi di hutan menyebabkan noda putih atau coklat pada permukaan daun, jika hal ini terjadi dalam jangka waktu yang lama akan menyebabkan kematian tumbuhan tersebut. Menurut Soemarmoto (1992), dari analisis daun yang terkena deposisi asam menunjukkan kadar magnesium yang rendah. Sedangkan magnesium merupakan salah satu nutrisi assensial bagi tanaman. Kekurangan magnesium disebabkan oleh pencucian magnesium dari tanah karena pH yang rendah dan kerusakan daun meyebabkan pencucian magnesium di daun.
Sebagaimana tumbuhan, hewan juga memiliki ambang toleransi terhadap hujan asam. Spesies hewan tanah yang mikroskopis akan langsung mati saat pH tanah meningkat karena sifat hewan mikroskopis adalah sangat spesifik dan rentan terhadap perubahan lingkungan yang ekstrim. Spesies hewan yang lain juga akan terancam karena jumlah produsen (tumbuhan) semakin sedikit. Berbagai penyakit juga akan terjadi pada hewan karena kulitnya terkena air dengan keasaman tinggi. Hal ini jelas akan menyebabkan kepunahan spesies.
Kesehatan Manusia
Dampak deposisi asam terhadap kesehatan telah banyak diteliti, namun belum ada yang nyata berhubungan langsung dengan pencemaran udara khususnya oleh senyawa Nox dan SO2. Kesulitan yang dihadapi dkarenakan banyaknya faktor yang mempengaruhi kesehatan seseorang, termasuk faktor kepekaan seseorang terhadap pencemaran yang terjadi. Misalnya balita, orang berusia lanjut, orang dengan status gizi buruk relatif lebih rentan terhadap pencemaran udara dibandingkan dengan orang yang sehat.
Berdasarkan hasil penelitian, sulphur dioxide yang dihasilkan oleh hujan asam juga dapat bereaksi secara kimia didalam udara, dengan terbentuknya partikel halus suphate, yang mana partikel halus ini akan mengikat dalam paru-paru yang akan menyebabkan penyakit pernapasan. Selain itu juga dapat mempertinggi resiko terkena kanker kulit karena senyawa sulfat dan nitrat mengalami kontak langsung dengan kulit.
Korosi
Hujan asam juga dapat mempercepat proses pengkaratan dari beberapa material seperti batu kapur, pasirbesi, marmer, batu pada diding beton serta logam. Ancaman serius juga dapat terjadi pada bagunan tua serta monument termasuk candi dan patung. Hujan asam dapat merusak batuan sebab akan melarutkan kalsium karbonat, meninggalkan kristal pada batuan yang telah menguap. Seperti halnya sifat kristal semakin banyak akan merusak batuan.
2.3 Upaya Pengendalian Deposisi Asam
Usaha untuk mengendalikan deposisi asam ialah menggunakan bahan bakar yang mengandung sedikit zat pencemae, menghindari terbentuknya zat pencemar saar terjadinya pembakaran, menangkap zat pencemar dari gas buangan dan penghematan energi.
a. Bahan Bakar Dengan kandungan Belerang Rendah
Kandungan belerang dalam bahan bakar bervariasi. Masalahnya ialah sampai saat ini Indonesia sangat tergantung dengan minyak bumi dan batubara, sedangkan minyak bumi merupakan sumber bahan bakar dengan kandungan belerang yang tinggi.
Penggunaan gas asalm akan mengurangi emisi zat pembentuk asam, akan tetapi kebocoran gas ini dapat menambah emisi metan. Usaha lain yaitu dengan menggunakan bahan bakar non-belerang misalnya metanol, etanol dan hidrogen. Akan tetapi penggantian jenis bahan bakar ini haruslah dilakukan dengan hati-hati, jika tidak akan menimbulkan masalah yang lain. Misalnya pembakaran metanol menghasilkan dua sampai lima kali formaldehide daripada pembakaran bensin. Zat ini mempunyai sifat karsinogenik (pemicu kanker).
b. Mengurangi kandungan Belerang sebelum Pembakaran
Kadar belarang dalam bahan bakar dapat dikurangi dengan menggunakan teknologi tertentu. Dalam proses produksi, misalnya batubara, batubara diasanya dicuci untukk membersihkan batubara dari pasir, tanah dan kotoran lain, serta mengurangi kadar belerang yang berupa pirit (belerang dalam bentuk besi sulfida( sampai 50-90% (Soemarwoto, 1992).
c. pengendalian Pencemaran Selama Pembakaran
Beberapa teknologi untuk mengurangi emisi SO2 dan Nox pada waktu pembakaran telah dikembangkan. Slah satu teknologi ialah lime injection in multiple burners (LIMB). Dengan teknologi ini, emisi SO2 dapat dikurangi sampai 80% dan NOx 50%.
Caranya dengan menginjeksikan kapur dalam dapur pembakaran dan suhu pembakaran diturunkan dengan alat pembakar khusus. Kapur akan bereaksi dengan belerang dan membentuk gipsum (kalsium sulfat dihidrat). Penuruna suhu mengakibatkan penurunan pembentukan Nox baik dari nitrogen yang ada dalam bahan bakar maupun dari nitrogen udara.
Pemisahan polutan dapat dilakukan menggunakan penyerap batu kapur atau Ca(OH)2. Gas buang dari cerobong dimasukkan ke dalam fasilitas FGD. Ke dalam alat ini kemudian disemprotkan udara sehingga SO2 dalam gas buang teroksidasi oleh oksigen menjadi SO3. Gas buang selanjutnya "didinginkan" dengan air, sehingga SO3 bereaksi dengan air (H2O) membentuk asam sulfat (H2SO4). Asam sulfat selanjutnya direaksikan dengan Ca(OH)2 sehingga diperoleh hasil pemisahan berupa gipsum (gypsum). Gas buang yang keluar dari sistem FGD sudah terbebas dari oksida sulfur. Hasil samping proses FGD disebut gipsum sintetis karena memiliki senyawa kimia yang sama dengan gipsum alam.
d. Pengendalian Setelah Pembakaran
Zat pencemar juga dapat dikurangi dengan gas ilmiah hasil pembakaran. Teknologi yang sudah banyak dipakai ialah fle gas desulfurization (FGD) (Akhadi, 2000. Prinsip teknologi ini ialah untuk mengikat SO2 di dalam gas limbah di cerobong asap dengan absorben, yang disebut scubbing (Sudrajad, 2006). Dengan cara ini 70-95% SO2 yang terbentuk dapat diikat. Kerugian dari cara ini ialah terbentuknya limbah. Akan tetapi limbah itu dapat pula diubah menjadi gipsum yang dapat digunakan dalam berbagai industri. Cara lain ialah dengan menggunakan amonia sebagai zat pengikatnya sehingga limbah yang dihasilkan dapat dipergunakan sebagi pupuk.
Selain dapat mengurangi sumber polutan penyebab hujan asam, gipsum yang dihasilkan melalui proses FGD ternyata juga memiliki nilai ekonomi karena dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, misal untuk bahan bangunan. Sebagai bahan bangunan, gipsum tampil dalam bentuk papan gipsum (gypsum boards) yang umumnya dipakai sebagai plafon atau langit-langit rumah (ceiling boards), dinding penyekat atau pemisah ruangan (partition boards) dan pelapis dinding (wall boards).
Amerika Serikat merupakan negara perintis dalam memproduksi gipsum sintetis ini. Pabrik wallboard dari gipsum sintetis yang pertama di AS didirikan oleh Standard Gypsum LLC mulai November tahun 1997 lalu. Lokasi pabriknya berdekatan dengan stasiun pembangkit listrik Tennessee Valley Authority (TVA) di Cumberland yang berkapasitas 2600 megawatt.
Produksi gipsum sintetis merupakan suatu terobosan yang mampu mengubah bahan buangan yang mencemari lingkungan menjadi suatu produk baru yang bernilai ekonomi. Sebagai bahan wallboard, gipsum sintetis yang diproduksi secara benar ternyata memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan gipsum yang diperoleh dari penambangan. Gipsum hasil proses FGD ini memiliki ukuran butiran yang seragam. Mengingat dampak positifnya cukup besar, tidak mustahil suatu saat nanti, setiap PLTU batu bara akan dilengkapi dengan pabrik gipsum sintetis.
d. Mengaplikasikan prinsip 3R (Reuse, Recycle, Reduce)
Hendaknya prinsip ini dijadikan landasan saat memproduksi suatu barang, dimana produk itu harus dapat digunakan kembali atau dapat didaur ulang sehingga jumlah sampah atau limbah yang dihasilkan dapat dikurangi. Teknologi yang digunakan juga harus diperhatikan, teknologi yang berpotensi mengeluarkan emisi hendaknya diganti dengan teknologi yang lebih baik dan bersifat ramah lingkungan. Hal ini juga berkaitan dengan perubahan gaya hidup, kita sering kali berlomba membeli kendaraan pribadi, padahal transportasilah yang merupakan penyebab tertinggi pencemaran udara. Oleh karena itu kita harus memenuhi kadar baku mutu emisi, baik di industri maupun transportasi.
Deposisi asam ada dua jenis, yaitu deposisi kering dan deposisi basah. Deposisi kering ialah peristiwa kerkenanya benda dan mahluk hidup oleh asam yang ada dalam udara. Ini dapat terjadi pada daerah perkotaan karena pencemaran udara akibat kendaraan maupun asap pabrik. Selain itu deposisi kering juga dapat terjadi di daerah perbukitan yang terkena angin yang membawa udara yang mengandung asam. Biasanya deposisi jenis ini terjadi dekat dari sumber pencemaran.
Deposisi basah ialah turunnya asam dalam bentuk hujan. Hal ini terjadi apabila asap di dalam udara larut di dalam butir-butir air di awan. Jika turun hujan dari awan tadi, maka air hujan yang turun bersifat asam. Deposisi asam dapat pula terjadi karena hujan turun melalui udara yang mengandung asam sehingga asam itu terlarut ke dalam air hujan dan turun ke bumi. Asam itu tercuci atau wash out. Deposisi jenis ini dapat terjadi sangat jauh dari sumber pencemaran.
Hujan secara alami bersifat asam karena Karbon Dioksida (CO2) di udara yang larut dengan air hujan memiliki bentuk sebagai asam lemah. Jenis asam dalam hujan ini sangat bermanfaat karena membantu melarutkan mineral dalam tanah yang dibutuhkan oleh tumbuhan dan binatang.
Hujan pada dasarnya memiliki tingkat keasaman berkisar pH 5, apabila hujan terkontaminasi dengan karbon dioksida dan gas klorine yang bereaksi serta bercampur di atmosphere sehingga tingkat keasaman lebih rendah dari pH 5, disebut dengan hujan asam.
Pada dasarnya Hujan asam disebabkan oleh 2 polutan udara, Sulfur Dioxide (SO2) dan nitrogen oxides (NOx) yang keduanya dihasilkan melalui pembakaran. Akan tetapi sekitar 50% SO2 yang ada di atmosfer diseluruh dunia terjadi secara alami, misalnya dari letusan gunung berapi maupun kebakaran hutan secara alami. Sedangkan 50% lainnya berasal dari kegiatan manusia, misalnya akibat pembakaran BBF, peleburan logam dan pembangkit listrik. Minyak bumi mengadung belerang antara 0,1% sampai 3% dan batubara 0,4% sampai 5%. Waktu BBF di bakar, belerang tersebut beroksidasi menjadi belerang dioksida (SO2) dan lepas di udara. Oksida belerang itu selanjutnya berubah menjadi asam sulfat (Soemarwoto O, 1992).
Kadar SO2 tertinggi terdapat pada pusat industri di Eropa, Amerika Utara dan Asia Timur. Di Eropa Barat, 90% SO2 adalah antrofogenik. Di Inggris, 2/3 SO2 berasal dari pembangkit listrik batu bara, di Jerman 50% dan di Kanada 63% (Anonim, 2005).
Menurut Soemarwoto O (1992), 50% nitrogen oxides terdapat di atmosfer secara alami, dan 50% lagi juga terbentuk akibat kegiatan manusia, terutama akibat pembakaran BBF. Pembakaran BBF mengoksidasi 5-50% nitrogen dalam batubara , 40-50% nitrogen dalam minyak berat dan 100% nitrogen dalam mkinyak ringan dan gas. Makin tinggi suhu pembakaran, makin banyak Nox yang terbentuk.
Selain itu NOx juga berasal dari aktifitas jasad renik yang menggunakan senyawa organik yang mengandung N. Oksida N merupakan hasil samping aktifitas jasad renik itu. Di dalam tanah pupuk N yang tidak terserap tumbuhan juga mengalami kimi-fisik dan biologik sehingga menghasilkan N. Karena itu semakin banyak menggunakan pupuk N, makin tinggi pula produksi oksida tersebut.
Senyawa SO2 dan NOx ini akan terkumpul di udara dan akan melakukan perjalanan ribuan kilometer di atsmosfer, disaat mereka bercampur dengan uap air akan membentuk zat asam sulphuric dan nitric. Disaat terjadinya curah hujan, kabut yang membawa partikel ini terjadilah hujam asam. Hujan asam juga dapat terbentuk melalui proses kimia dimana gas sulphur dioxide atau sulphur dan nitrogen mengendap pada logam serta mongering bersama debu atau partikel lainnya (Anonim. 2005).
2.2 Dampak Hujan Asam
Terjadinya hujan asam harus diwaspadai karena dampak yang ditimbulkan bersifat global dan dapat menggangu keseimbangan ekosistem. Hujan asam memiliki dampak tidak hanya pada lingkungan biotik, namun juga pada lingkungan abiotik, antara lain :
Danau
Kelebihan zat asam pada danau akan mengakibatkan sedikitnya species yang bertahan. Jenis Plankton dan invertebrate merupakan mahkluk yang paling pertama mati akibat pengaruh pengasaman. Apa yang terjadi jika didanau memiliki pH dibawah 5, lebih dari 75 % dari spesies ikan akan hilang (Anonim, 2002). Ini disebabkan oleh pengaruh rantai makanan, yang secara signifikan berdampak pada keberlangsungan suatu ekosistem. Tidak semua danau yang terkena hujan asam akan menjadi pengasaman, dimana telah ditemukan jenis batuan dan tanah yang dapat membantu menetralkan keasaman.
Tumbuhan dan Hewan
Hujan asam yang larut bersama nutrisi didalam tanah akan menyapu kandungan tersebut sebelum pohon-pohon dapat menggunakannya untuk tumbuh. Serta akan melepaskan zat kimia beracun seperti aluminium, yang akan bercampur didalam nutrisi. Sehingga apabila nutrisi ini dimakan oleh tumbuhan akan menghambat pertumbuhan dan mempercepat daun berguguran, selebihnya pohon-pohon akan terserang penyakit, kekeringan dan mati. Seperti halnya danau, Hutan juga mempunyai kemampuan untuk menetralisir hujan asam dengan jenis batuan dan tanah yang dapat mengurangi tingkat keasaman.
Pencemaran udara telah menghambat fotosintesis dan immobilisasi hasil fotosintesis dengan pembentukan metabolit sekunder yang potensial beracun. Sebagai akibatnya akar kekurangan energi, karena hasil fotosintesis tertahan di tajuk. Sebaliknya tahuk mengakumulasikan zat yang potensial beracun tersebut. Dengan demikian pertumbuhan akar dan mikoriza terhambat sedangkan daunpun menjadi rontok. Pohon menjadi lemah dan mudah terserang penyakit dan hama.
Penurunan pH tanah akibat deposisi asam juga menyebabkan terlepasnya aluminium dari tanah dan menimbulkan keracunan. Akar yang halus akan mengalami nekrosis sehingga penyerapan hara dan iar terhambat. Hal ini menyebabkan pohon kekurangan air dan hara serta akhirnya mati. Hanya tumbuhan tertentu yang dapat bertahan hidup pada daerah tersebut, hal ini akan berakibat pada hilangnya beberapa spesies. Ini juga berarti bahwa keragaman hayati tamanan juga semakin menurun.
Kadar SO2 yang tinggi di hutan menyebabkan noda putih atau coklat pada permukaan daun, jika hal ini terjadi dalam jangka waktu yang lama akan menyebabkan kematian tumbuhan tersebut. Menurut Soemarmoto (1992), dari analisis daun yang terkena deposisi asam menunjukkan kadar magnesium yang rendah. Sedangkan magnesium merupakan salah satu nutrisi assensial bagi tanaman. Kekurangan magnesium disebabkan oleh pencucian magnesium dari tanah karena pH yang rendah dan kerusakan daun meyebabkan pencucian magnesium di daun.
Sebagaimana tumbuhan, hewan juga memiliki ambang toleransi terhadap hujan asam. Spesies hewan tanah yang mikroskopis akan langsung mati saat pH tanah meningkat karena sifat hewan mikroskopis adalah sangat spesifik dan rentan terhadap perubahan lingkungan yang ekstrim. Spesies hewan yang lain juga akan terancam karena jumlah produsen (tumbuhan) semakin sedikit. Berbagai penyakit juga akan terjadi pada hewan karena kulitnya terkena air dengan keasaman tinggi. Hal ini jelas akan menyebabkan kepunahan spesies.
Kesehatan Manusia
Dampak deposisi asam terhadap kesehatan telah banyak diteliti, namun belum ada yang nyata berhubungan langsung dengan pencemaran udara khususnya oleh senyawa Nox dan SO2. Kesulitan yang dihadapi dkarenakan banyaknya faktor yang mempengaruhi kesehatan seseorang, termasuk faktor kepekaan seseorang terhadap pencemaran yang terjadi. Misalnya balita, orang berusia lanjut, orang dengan status gizi buruk relatif lebih rentan terhadap pencemaran udara dibandingkan dengan orang yang sehat.
Berdasarkan hasil penelitian, sulphur dioxide yang dihasilkan oleh hujan asam juga dapat bereaksi secara kimia didalam udara, dengan terbentuknya partikel halus suphate, yang mana partikel halus ini akan mengikat dalam paru-paru yang akan menyebabkan penyakit pernapasan. Selain itu juga dapat mempertinggi resiko terkena kanker kulit karena senyawa sulfat dan nitrat mengalami kontak langsung dengan kulit.
Korosi
Hujan asam juga dapat mempercepat proses pengkaratan dari beberapa material seperti batu kapur, pasirbesi, marmer, batu pada diding beton serta logam. Ancaman serius juga dapat terjadi pada bagunan tua serta monument termasuk candi dan patung. Hujan asam dapat merusak batuan sebab akan melarutkan kalsium karbonat, meninggalkan kristal pada batuan yang telah menguap. Seperti halnya sifat kristal semakin banyak akan merusak batuan.
2.3 Upaya Pengendalian Deposisi Asam
Usaha untuk mengendalikan deposisi asam ialah menggunakan bahan bakar yang mengandung sedikit zat pencemae, menghindari terbentuknya zat pencemar saar terjadinya pembakaran, menangkap zat pencemar dari gas buangan dan penghematan energi.
a. Bahan Bakar Dengan kandungan Belerang Rendah
Kandungan belerang dalam bahan bakar bervariasi. Masalahnya ialah sampai saat ini Indonesia sangat tergantung dengan minyak bumi dan batubara, sedangkan minyak bumi merupakan sumber bahan bakar dengan kandungan belerang yang tinggi.
Penggunaan gas asalm akan mengurangi emisi zat pembentuk asam, akan tetapi kebocoran gas ini dapat menambah emisi metan. Usaha lain yaitu dengan menggunakan bahan bakar non-belerang misalnya metanol, etanol dan hidrogen. Akan tetapi penggantian jenis bahan bakar ini haruslah dilakukan dengan hati-hati, jika tidak akan menimbulkan masalah yang lain. Misalnya pembakaran metanol menghasilkan dua sampai lima kali formaldehide daripada pembakaran bensin. Zat ini mempunyai sifat karsinogenik (pemicu kanker).
b. Mengurangi kandungan Belerang sebelum Pembakaran
Kadar belarang dalam bahan bakar dapat dikurangi dengan menggunakan teknologi tertentu. Dalam proses produksi, misalnya batubara, batubara diasanya dicuci untukk membersihkan batubara dari pasir, tanah dan kotoran lain, serta mengurangi kadar belerang yang berupa pirit (belerang dalam bentuk besi sulfida( sampai 50-90% (Soemarwoto, 1992).
c. pengendalian Pencemaran Selama Pembakaran
Beberapa teknologi untuk mengurangi emisi SO2 dan Nox pada waktu pembakaran telah dikembangkan. Slah satu teknologi ialah lime injection in multiple burners (LIMB). Dengan teknologi ini, emisi SO2 dapat dikurangi sampai 80% dan NOx 50%.
Caranya dengan menginjeksikan kapur dalam dapur pembakaran dan suhu pembakaran diturunkan dengan alat pembakar khusus. Kapur akan bereaksi dengan belerang dan membentuk gipsum (kalsium sulfat dihidrat). Penuruna suhu mengakibatkan penurunan pembentukan Nox baik dari nitrogen yang ada dalam bahan bakar maupun dari nitrogen udara.
Pemisahan polutan dapat dilakukan menggunakan penyerap batu kapur atau Ca(OH)2. Gas buang dari cerobong dimasukkan ke dalam fasilitas FGD. Ke dalam alat ini kemudian disemprotkan udara sehingga SO2 dalam gas buang teroksidasi oleh oksigen menjadi SO3. Gas buang selanjutnya "didinginkan" dengan air, sehingga SO3 bereaksi dengan air (H2O) membentuk asam sulfat (H2SO4). Asam sulfat selanjutnya direaksikan dengan Ca(OH)2 sehingga diperoleh hasil pemisahan berupa gipsum (gypsum). Gas buang yang keluar dari sistem FGD sudah terbebas dari oksida sulfur. Hasil samping proses FGD disebut gipsum sintetis karena memiliki senyawa kimia yang sama dengan gipsum alam.
d. Pengendalian Setelah Pembakaran
Zat pencemar juga dapat dikurangi dengan gas ilmiah hasil pembakaran. Teknologi yang sudah banyak dipakai ialah fle gas desulfurization (FGD) (Akhadi, 2000. Prinsip teknologi ini ialah untuk mengikat SO2 di dalam gas limbah di cerobong asap dengan absorben, yang disebut scubbing (Sudrajad, 2006). Dengan cara ini 70-95% SO2 yang terbentuk dapat diikat. Kerugian dari cara ini ialah terbentuknya limbah. Akan tetapi limbah itu dapat pula diubah menjadi gipsum yang dapat digunakan dalam berbagai industri. Cara lain ialah dengan menggunakan amonia sebagai zat pengikatnya sehingga limbah yang dihasilkan dapat dipergunakan sebagi pupuk.
Selain dapat mengurangi sumber polutan penyebab hujan asam, gipsum yang dihasilkan melalui proses FGD ternyata juga memiliki nilai ekonomi karena dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, misal untuk bahan bangunan. Sebagai bahan bangunan, gipsum tampil dalam bentuk papan gipsum (gypsum boards) yang umumnya dipakai sebagai plafon atau langit-langit rumah (ceiling boards), dinding penyekat atau pemisah ruangan (partition boards) dan pelapis dinding (wall boards).
Amerika Serikat merupakan negara perintis dalam memproduksi gipsum sintetis ini. Pabrik wallboard dari gipsum sintetis yang pertama di AS didirikan oleh Standard Gypsum LLC mulai November tahun 1997 lalu. Lokasi pabriknya berdekatan dengan stasiun pembangkit listrik Tennessee Valley Authority (TVA) di Cumberland yang berkapasitas 2600 megawatt.
Produksi gipsum sintetis merupakan suatu terobosan yang mampu mengubah bahan buangan yang mencemari lingkungan menjadi suatu produk baru yang bernilai ekonomi. Sebagai bahan wallboard, gipsum sintetis yang diproduksi secara benar ternyata memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan gipsum yang diperoleh dari penambangan. Gipsum hasil proses FGD ini memiliki ukuran butiran yang seragam. Mengingat dampak positifnya cukup besar, tidak mustahil suatu saat nanti, setiap PLTU batu bara akan dilengkapi dengan pabrik gipsum sintetis.
d. Mengaplikasikan prinsip 3R (Reuse, Recycle, Reduce)
Hendaknya prinsip ini dijadikan landasan saat memproduksi suatu barang, dimana produk itu harus dapat digunakan kembali atau dapat didaur ulang sehingga jumlah sampah atau limbah yang dihasilkan dapat dikurangi. Teknologi yang digunakan juga harus diperhatikan, teknologi yang berpotensi mengeluarkan emisi hendaknya diganti dengan teknologi yang lebih baik dan bersifat ramah lingkungan. Hal ini juga berkaitan dengan perubahan gaya hidup, kita sering kali berlomba membeli kendaraan pribadi, padahal transportasilah yang merupakan penyebab tertinggi pencemaran udara. Oleh karena itu kita harus memenuhi kadar baku mutu emisi, baik di industri maupun transportasi.
Proses terjadinya hujan asam
Proses terjadinya hujan asam yang
dijelaskan dalam buku Ekologi
Energi
( Mukhlis Akhadi, 2009) yaitu Gas – gas asam seperti SOx dan NOx
menghadapi dua kemungkinan selama berada di udara. Pertama, sebagian gas SOx
dan NOx akan jatuh dan perlahan – lahan terserap oleh tanah dan
tanaman, sebelum keduanya mengalami proses oksidasi oleh energy sinar matahari.
Peristiwa ini disebut sebagai pengendapan kering ( Dry Deposition ). Hal
ini terjadi jika keadaan cuaca cerah dan berawan sehingga butiran – butiran gas
dan aerosol yang bersifat asam diterbangkan oleh angin dan memungkinkan
tertinggal di pohon, bangunan, bahkan terhirup oleh manusia masuk ke
pernafasan.
Sebagian besar gas – gas asam tetap
berada di udara selama beberapa hari sehingga mengalami kemungkinan kedua.
Dengan bantuan sinar matahari, gas – gas asam tersebut akan mengalami proses
oksidasi, sehingga bahan – bahan tadi dalam udara dapat membentuk polutan
sekunder seperti NO2, HNO3, butiran H2SO4,
garam nitrat serta garam sulfat. Semuanya dapat terlarut dalam butiran –
butiran air awan dan dapat jatuh ke bumi bersamaan dengan turunyya hujan.
Proses kedua ini disebut pengendapan basah ( Wet Deposition ) yang lebih
populer dengan sebutan hujan asam ( Acid Rain ).
Hujan asam pada akhirnya akan mengakibatkan
kerusakan tumbuhan dan peningkatan keasaman tanah yang nantinya tentu saja akan
berakibat secara makro terhadap keseimbangan lingkungan. terlalu banyaknya
kadar gas – gas pencemar udara di atmosfer mengakibatkan kerja dari tumbuhan
yang melakukan proses fotosintesis untuk menghasilkan oksigen menjadi berat dan
akibatnya kegiatan pertanian menjadi terganggu karena udara / angin membahwa
gas – gas pencemar tersebut tersebar ke seluruh wilayah. Dampak yang serupa
juga terjadi pada kehidupan akuatik, seperti di sungai, danau dan laut.
makasih mbak artikelnya, kunjungi juga ya..
BalasHapushujan asam